Kamis, 02 Agustus 2012

Terbebani Ekspektasi, Salah Satu Faktor Kekalahan Tontowi/Liliyana

Jakarta - Menjadi tumpuan terakhir Indonesia dalam melanjutkan tradisi emas Olimpiade di cabang bulutangkis, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir justru kandas di semifinal. Beban dan tekanan dinilai jadi salah satu faktor kalahnya ganda campuran Indonesia itu.

Sejak 1992, bulutangkis selalu bisa mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di ajang Olimpiade. Tradisi itu akhirnya terhenti di Olimpiade London 2012, seiring kekalahan Tontowi/Liliyana.

Menjadi satu-satunya wakil 'Merah Putih' yang tersisa di babak empat besar, Tontowi/Liliyana akhirnya menyerah tiga set 23-21, 18-21, dan 13-21, dari Xu Chen/Ma Jin.

"Yang paling penting berjuang. Memperoleh emas tidak semudah yang diperkirakan. Oleh karena itu kalau kekalahan terjadi, berarti persiapan kita masih kurang dan lawan lebih mempersiapkan diri," komentar Rudy Hartono saat berbincang dengan detikSport, Kamis (2/8/2012) malam WIB.

"Olimpiade itu sangat unik, empat tahun satu kali. Perlu satu persiapan yang tepat. Memang tidak mudah," lanjut salah satu legenda hidup dalam dunia bulutangkis tersebut.

Dalam analisisnya, juara All-England sebanyak delapan kali itu juga menilai bahwa besarnya tekanan yang dipikul Tontowi/Liliyana sebagai satu-satunya wakil Indonesia yang tersisa di cabang bulutangkis Olimpiade sekaligus menjaga tradisi emas, sudah membuat permainan keduanya jadi tidak maksimal.

"Semua berharap supaya ganda campuran dapat emas. Tidak salah, tapi ini membuat pemain terbebani, mainnya jadi hati-hati," nilainya.

Analisis Rudy Hartono itu tidak meleset. Usai pertandingan Tontowi mengakui kalau dirinya memang merasakan tekanan berat saat bertanding.

"Saya pribadi tegang, merasa tekanan terlalu besar di gim ketiga, memikirkan menang kalah, jadi error-error sendiri," ujar Tontowi sebagaimana dilansir situs resmi PBSI.

( krs / mfi )

Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar